SABISNIS.COM, Jakarta – Dikutip dari Portal Bisnis.com, bahwa pemerintah dengan segala kewenangan dan potensi yang ada dapat membuat kebijakan yang mendorong berbagai lembaga keuangan (bank dan nonbank) untuk memberikan suntikan modal kerja bagi pelaku UMKM dengan persyaratan yang mudah.
Dalam hal ini, pemerintah akhirnya memberlakukan kebijakan new normal atau tatanan baru yang memungkinkan berbagai bidang usaha dapat beroperasi secara bertahap di masa pandemi Covid-19. Di Jakarta misalnya, telah diterapkan PSBB Transisi per 4 Juni 2020.
Kebijakan ini membawa angin segar bagi pebisnis, termasuk para pelaku usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) yang telah siap membuka usahanya kembali.
UMKM yang masih memiliki modal kerja sudah tentu siap memulai kembali usahanya. Namun banyak juga yang tidak lagi memiliki modal kerja karena sudah habis untuk membiayai kebutuhan rumah tangga selama tiga bulan usahanya tutup.
Hal ini menjadi persoalan tersendiri yang harus dapat dipecahkan, sehingga para pelaku UMKM ini dapat kembali aktif. Sebagai dampak pandemi, mereka tidak saja membutuhkan stimulus dan relaksasi dari pemerintah untuk meringankan beban.
Hal yang tak kalah penting adalah modal kerja dengan persyaratan dan bunga yang ringan.
Pemerintah harus memberikan perhatian dan program khusus terhadap suntikan modal ini. Pemerintah jangan memandang enteng dan sepele terhadap harapan ini jika masih mengharapkan UMKM akan tampil perkasa menopang perekonomian nasional.
Apalagi pertumbuhan ekonomi nasional kuartal pertama di luar ekpestasi pemerintah, hanya mencapai 2,97%.
Pertumbuhan ekonomi nasional kuartal kedua diperkirakan menuju ke arah negatife, karena penurunan kegiatan ekonomi selama PSBB.
Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia pada 2020 akan mengalami pertumbuhan 0%, terjun bebas dari realisasi pertumbuhan pada 2019 (yoy) sebesar 5,02%.
Bahkan Menteri Keuangan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bakal minus. Berkaca pada kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) sepanjang 2019 tumbuh 5%, sehingga pencapaian sebesar 60,34%. Sebuah kontribusi yang sangat besar dan strategis.
Alhasil, tantangannya adalah mendorong geliat ekonomi sektor UMKM bertumbuh secara positif. Jika sektor UMKM bergerak, setidaknya ada empat hal strategis yang terbantu.
Selain akan mampu menopang pertumbuhan ekonomi, yang tak kalah penting adalah penyediaan lapangan pekerjaan. Selama ini sektor tersebut memberi lapangan pekerjaan sekitar 96% dari total angkatan kerja.
Kontribusi lainnya adalah menggairahkan ekonomi akar rumput serta mendongkrak daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga sebagai penopang 60% pertumbuhan ekonomi domestik. Jika pemerintah mampu menjamin dan mengucurkan modal kerja bagi UMKM, berbagai sektor usahanya akan bergerak secara cepat seperti perdagangan dan jasa seperti (ojek aplikasi, aneka bengkel, salon, aneka industri rumahan dan lainnya).
Di sisi lain, pemerintah telah mengeluarkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2020 dengan dukungan fiskal Rp686,20 triliun.
Anggaran untuk UMKM sebesar Rp123,46 triliun yang antara lain diperuntukkan bagi subsidi bunga sebesar Rp35,28 triliun, penempatan dana untuk restrukturisasi Rp78,78 triliun, belanja Rp5 triliun, dan penjamin untuk modal kerja (stop loss) Rp1 triliun.
Di lihat dari komposisinya, tidak tampak adanya modal kerja untuk UMKM.
Adanya 1 triliun yang ditangani lembaga pengelola dana bergulir (LPDB) biasanya hanya untuk membantu permodalan koperasi, bukan untuk UMKM. Tentu pebisnis UMKM berterima kasih kepada pemerintah yang telah meringankan beban mereka dengan adanya anggaran subsidi bunga dan restrukturisasi, penjamin modal kerja dan lainnya.
Namun modal kerja menjadi sesuatu yang sangat didambakan.
Ibarat nafas utama dalam memulai kembali usaha. Kalau hanya menerapkan new normal tanpa dukungan modal kerja, dipastikan pertumbuhan ekonomi kita akan berjalan lambat. Apalagi memulai new normal juga memerlukan biaya ekstra.
Pemerintah dengan segala kewenangan dan potensi yang ada dapat membuat kebijakan yang mendorong berbagai lembaga keuangan (bank dan nonbank) untuk memberikan suntikan modal kerja bagi pelaku UMKM dengan persyaratan yang mudah.
Modal kerja yang dibutuhkan umumnya relatif kecil, di kisaran Rp10 juta-Rp25 juta, sehingga tak terlalu sulit direalisasikan.
Tanpa gerak cepat pemerintah, pebisnis UMKM terpaksa akan mencari alternatif lain yang bisa cepat juga. Tidak lain tidak bukan, lagi lagi ke bank gelap alias rentenir yang banyak bergentayangan di pasar. Dengan perolehan modal kerja yang relatif cepat, rentenir menjadi satu-satunya harapan UMKM meskipun bunganya sangat mencekik.
Melihat kemampuan UMKM mengembalikan pokok pinjaman ke rentenir dengan bunga tinggi, seharusnya lembaga perbankan tidak perlu ragu dan takut memberikan pinjaman kepada mereka. Terlebih para pebisnis UMKM sebagai pedagang memiliki arus kas yang sangat lancar, sehingga kemampuan mengembalikan pinjamannya tidak perlu diragukan.
Semoga pemerintah dapat segera mengambil langkah strategis menyelamatkan masa depan UMKM dimasa pandemi dengan memastikan tersedianya stimulus modal kerja.
Pasalnya hal ini merupakan modal untuk kembali bergerak menggairahkan aktivitas bisnis, memberikan kontribusi meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan daya beli masyarakat. (*)
SABISNIS.COM DEPOK-Kampanye akbar Pasangan Calon (Paslon) walikota dan calon wakil walikota Kota Depok dengan nomor…
Tapteng, Sabisnis.com - Justri Yanti Panjaitan meminta kepada Kasat Reskrim Polres Tapanuli Tengah untuk memberikan…
Tapteng, SABISNIS.com - Melalui Via Zoom Pj. Bupati Tapanuli Tengah Dr. Sugeng Riyanta, SH MH,ikuti…
Sibolga, Sabisnis.com - Calon bupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu dan calon wakil bupati Mahmud Efendi…
Tapteng, Sabisnis.com - Pertikaian antara Baktiar Ahmad Sibarani dengan saudara Ametro Pandiangan adalah masalah pribadi,…
Tapteng, SABISNIS.com - Masyarakat di Kecamatan Tapian Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Provinsi Sumatera Utara…