Jakarta, Sabisnis.com – Dumas laporan saudari Justri Yanti Panjaitan di respon oleh Divisi propam mabes polri, dengan menindak lanjuti menyurati Bareskrim mabes polri dengan nomor surat :R/5886/x/WAS, 2, 4 /2024/Div Propam, pada tanggal 30 Oktober 2024.
Dilayangkannya laporan ini ke Divisi Propam Mabes Polri disebabkan penyidik polres Tapanuli tengah dianggap tidak profesional menangani laporan pengaduannya yang sudah memakan waktu hampir 2 tahun. Namun belum ada kejelasan dari laporannya sesuai “LP /B/150/v/2023/spkt/ Res tapteng/ polda su tanggal 1 Mei 2023.
Setelah kasus ini bergulir 3 bulan, Justri Yanti Panjaitan bersama anggota keluarga mendatangi polres Tapteng dengan tujuan mencabut laporan kehilangan dan akan membuat laporan penggelapan sesuai pasal 374 KUHP pidana, namun penyidik bersikeras menolak dengan alasan barang buktinya sama.
Mengapa membuat laporan penggelapan, “sebab sebelum septor ini di beritahu Hendro Pasaribu hilang, septor ini sempat ditawarkan kepada Nelson Simanjuntak seharga 7 juta dengan panjar Rp. 2 juta”. Tetapi Nelson Simanjuntak tidak punya uang, dan menawarkan ganti kerbau, tapi lagi-lagi Nelson Simanjutak tidak bersedia.
Percakapan antara Hendro Pasaribu dengan ada yang merekam pengakuan Nelson Simanjuntan ini, dan rekaman ini pun di perdengarkan kepada penyidik sewaktu membuat laporan di SPKT, tetapi didalam STPL nya hanya laporan kehilangan.
Setelah laporan ini jalan 4 bulan korban Justri Panjaitan menyurati kapolres Tapanuli Tengah untuk menindak lanjuti laporan nya, setelah digelar dengan melibatkan kasi was, “Penyidik pembantu atau juper di ganti dari saudara Iqbal kepada saudara Taufik”.
Pergantian juper tidak memberi perubahan, kasus ini juga terseok-seok hingga sekarang. Padahal anggota keluarga korban membantu polisi mengantarkan surat panggilan, baik kepada Hendro Pasaribu maupun kepada saksi lainnya.
Ada pengalaman yang tidak mengenakkan terhadap keluarga korban, yang rela memberikan tenaga dan waktu membantu penyidik, sampai menahan panas dan hujan untuk mengantarkan surat panggilan, tapi sangat menyakitkan “ketika saksi sudah sampai di kantor polisi bukannya dimintai keterangan malah di biarkan terlantar. Pertama dibilang sorelah, aku masih sibuk “eeh” setelah sore malah dibilang lain waktu saja, iya menunggu panggilan dari kita kata penyidik, saksi pun pulang tanpa di periksa.
Tindakan penyidik yang menelantarkan saksi telah melanggar Perkap No.8 tahun 2009 pasal 13 dan pasal 14.
Dan yang lebih menarik dari penanganan kasus ini selama hampir 2 tahun, penyidik baru sebanyak 6 kali SP2HP, dan pada tanggal 14 Mei 2024 penyidik memberikan SP2HP, keterangan di dalamnya disebut sudah menemukan 2 alat bukti dan telah di naikkan ke penyidikan, tapi sampai sekarang sudah bulan November belum jelas siapa tersangkanya.
Belakangan ini anggota opsnal polres Tapteng menelepon korban dan keluarga, menanyakan keberadaan Hendro Pasaribu, katanya untuk diperiksa sebagai saksi.
Tapi sebelumnya Taufik sebagai juper meminta kepada Justri untuk menghadirkan saksi Nelson, kata Taufik bila keterangan Nelson sudah dimintai, katanya polisi sudah dapat melakukan jemput paksa, rupanya perkataan Taufik ini sangat bertolak belakang dengan keterangan opsnal, belum… belum… ada SP katanya, kita mau panggil sebagai saksi.
Penyidik polres Tapteng sudah berulang kali melayangkan surat panggilan kepada Hendro Pasaribu tapi tidak pernah di hadiri padahal sebagi mana kita ketahui saksi yang dipanggil secara patut tiga kali berturut tidak hadir dapat di jadikan tersangka dan di jemput secara paksa.
Kadivisi Propam mabes polri menunggu hasil pemeriksaan dari karo wassidik bareskrim dengan batas waktu 30 hari setelah surat di terima, dan apabila ditemukan pelanggaran dispilin atau kode etikprofesi polri yang dilakukan oleh penyidik, maka biro wassidik wajib mengembalikan Dumas di maksud ke Div Propam Polri. (Herbert Roberto Sitohang )