SABISNIS.COM, Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,70% ke level 5.039,14 pada perdagangan Kamis (8/10). Ini menggenapkan pergerakan positif IHSG selama empat hari berturut-turut dengan akumulasi kenaikan 2,27%.
Analis Indo Premier Sekuritas Mino mengatakan, optimisme investor terkait peluang stimulus fiskal lanjutan di Amerika Serikat (AS) dan penguatan beberapa harga komoditas menjadi sentimen pendorong IHSG. Sementara Analis BCA Sekuritas Achmad Yaki menilai, kenaikan IHSG didorong oleh optimisme pelaku pasar terhadap pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja.
Meskipun begitu, menurut Yaki, arus dana masuk ke pasar saham dalam negeri masih didominasi oleh investor domestik, sedangkan asing masih melanjutkan outflow. Berdasarkan data RTI, investor asing pada hari ini mencatatkan net sell senilai Rp 61,19 miliar di pasar reguler.
Untuk perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (9/10), Yaki memprediksi IHSG akan berfluktuasi cenderung rawan profit taking (aksi ambil keuntungan). Dia memperkirakan, IHSG bakal bergerak di kisaran support 4.960 dan resistance 5.106.
“Demonstrasi di beberapa daerah yang memprotes Omnibus Law berpotensi menjadi sentimen negatif buat IHSG. Pasalnya, dua hari terakhir, kenaikan IHSG cenderung mark at close,” kata Yaki saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (8/10). Jika benar terkoreksi, Yaki menyarankan untuk buy on support saham-saham sektor perbankan.
Sementara itu, Mino melihat pengesahan Omnibus Law dan kenaikan harga komoditas masih akan menjadi sentimen positif bagi perdagangan esok hari. Dia memprediksi, IHSG akan menguat dengan support 5.000 dan resistance 5.075. “Investor dapat mencermati saham AALI, ERAA, dan ASII untuk trading Jumat (9/10),” ucap Mino.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana juga memperkirakan, IHSG masih dapat menguat meski cenderung terbatas. “Secara teknikal, masih ada probabilitas untuk terkoreksi dalam jangka pendek dengan support 4.840 dan resistance 5.075,” tutur Herditya.
Dia menyarankan investor untuk mencermati saham barang konsumsi seperti HMSP dan GGRM, serta infrastruktur seperti JSMR. Pasalnya secara teknikal, ketiga saham tersebut berpotensi menguat, tetapi rentan terkoreksi dalam jangka pendek sehingga dapat dijadikan momentum buy on support.(*)